‘RUMAH’ POLITIK
Oleh Rahmat Fadhil
Pemerhati Pemilu dan
Pikada, Penulis Buku Kadalisasi Pilkada Aceh, Dosen Universitas Syiah Kuala. E-mail: rahmat.fadhil@unsyiah.net
Pemilu
2014 masih tersisa satu tahun lagi, tetapi sejumlah agenda menuju
kesana telah digulirkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat sampai ke
daerah. Mulai dari pendaftaran partai politik, verifikasi
sampai rekrutmen Bawaslu dan KPU baru di berbagai daerah di Indonesia. Ini
adalah masa yang cukup lapang bagi penyelenggara dan pengawas untuk secara
elegan mencicil agenda Pemilu secara bertahap. Sehingga dengan sendirinya
kesibukan para politisi, partai politik, pengamat dan masyarakat pemerhati
Pemilu akan secara lebih matang menyiapkan partisipasinya dalam pesta demokrasi
itu.
Partai politik
adalah rumah untuk mendesain sejumlah agenda-agenda politik yang akan
digulirkan. Semua agenda tersebut tentu tujuan capaiannya adalah untuk
mewujudkan keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan pemerataan bagi seluruh
warga negara. Sebagai sebuah rumah dalam komplek perpolitikan, anggota
keluarganya tentu dihuni oleh mereka-mereka yang memiliki kredibelitas politik di dalamnya. Selain berisi para ‘arsitek’
politik, dalam rumah politik juga berhimpun para aktivis yang mereka hadir
dengan berbagai latar belakang ilmu dan pendidikan. Dengan bekal kesadaran
politik masing-masing dan berlabuh dalam mahligai rumah politik tentu terdapat
konsekuensi-konsekuensi yang mesti di sepakati secara bijaksana dan
bersama-sama.
Agenda Politik
Rumah
politik selalunya menghadirkan tiga agenda besar dalam mengarungi bahtera
perpolitikan. Yang di dalamnya merangkumi agenda keseharian para penghuni di
dalamnya.
Pertama, kaderisasi. Sumber daya manusia yang berkualitas
dan memiliki kecerdasan dengan nalar dan kapitalisasi politik adalah bahtera
penting dalam rumah tangga politik. Lazimnya, sumber daya manusia politik di
pasok dari proses kaderisasi yang kontinyue terhadap para politisi
muda yang akan secara bertahap mendewasakan kemahiran politiknya. Tetapi kita
juga tidak jarang menemukan bahwa kaderisasi politik di dapatkan dari para avonturir (petualang) politik. Para avonturir ini tidak
segan-segan untuk berganti rumah tangga satu ke rumah tangga yang baru. Tidak
mengenal waktu, tidak ada kepentingan jangka panjang atau bahkan tidak memiliki
ikatan ideologis tertentu yang menghambatnya. Bergantinya dari satu rumah
politik ke rumah politik lain dengan serta merta kadang kala tidak memerlukan
mahar politik yang bergitu besar.
Namun,
partai politik yang menjadikan rumah politiknya sebagai media kaderisasi
politik akan dengan lebih kuat menahan terpaan badai isu dan tantangan
gonjang-ganjing internal. Walaupun sesungguhnya jaminan pertahanan internal
tidak melulu di topang oleh seberapa kuatnya internalisasi kaderisasi yang di bentuk dan dikelola. Tetapi paling
tidak hubungan emosional yang terbangun dalam rentang masa yang agak lama dalam
proses kaderisasi politik itu, dengan sendirinya akan membentuk karakter
persamaan-persamaan yang lebih bisa memberikan ikatan timbal balik yang saling
mengeratkan.
Kedua, penggalangan massa pemilih. Memiliki
anggota-anggota yang berkualitas dalam rumah politik, belum tentu di pilih oleh
masyarakat sebagai massa pemilik hak untuk mendelegasikan perwakilan politiknya
melalui mereka. Sehingga kemampuan penggalangan massa juga menjadi perhatian
utama yang perlu diperhatikan. Berkualitas saja tetapi tidak dikenal oleh
masyarakat pemilih dan apalagi tidak memiliki riwayat sosial kemasyarakatan
yang baik, malah akan menjadikan rumah sebagai media bernaungnya ide-ide
politik menjadi tidak berarti.
Masalah
lain yang kerap dihadapi oleh partai politik juga bahwa sering ada kader yang
tidak (kurang berkualitas) tetapi memiliki massa sosial yang dapat di giringkan
ke dalam massa politik lebih dapat diterima oleh masyarakat pemilih. Walau
sesungguhnya hal ini akan sedikit menguras energi para pemilik rumah politik
dalam melancarkan agenda-agenda politiknya di kemudian hari. Selain sulit
menerjemahkan muatan capaian hasil produksi rumah politik yang mesti dibunyikan
dalam proses legislasi, pengawasan, dan anggaran, juga akan menambah beban
politik tersendiri bagi kepala keluarga rumah politik (pengurus partai
politik). Sehingga memang yang ideal adalah kader yang berkualitas dan memiliki
kredibelitas sosial di dalam masyarakat yang paling baik untuk di pilih.
Ketiga, desain politik. Selain kaderisasi dan kemampuan
penggalangan massa pemilih, hal yang terpenting mesti dimiliki oleh sebuah
lembaga rumah politik adalah kejelasan agenda yang terangkum dalam desain
politik yang menjadi arah perjuangannya. Desain politik adalah sejumlah peta, rencana, patron dan capaian-capaian politik
yang di rancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sebuah wilayah ataupun negara
sekaligus. Desain politik bukan lahir dari iguan-iguan politik dalam
mimpi-mimpi demokrasi, tetapi desain politik itu menjadi ruh dan darah yang
hidup- mati di cita-citakan bagi bangsa dan negara.
Karena sejatinya bahwa desain politik itu tidak hanya dapat memenuhi target
pencapaian yang mensejahterakan para penghuni rumah politik tertentu saja,
tetapi bagaimana menjadikan setiap warga negara yang memilih atau tidak
memilihnya dapat lebih meningkatkan kualitas kehidupannya secara sosial,
intelektual, pembangunan, keadilan, kesejahteraan, dan pemerataan dalam
berbagai kesempatan yang setara.
Dari
desain politik inilah kemudian masyarakat pemilih sebagai warga negara yang
sadar terhadap pilihannya akan dapat menakar seberapa sungguh-sungguhnya sebuah mahligai rumah tangga yang
bernama partai politik itu. Sebagai sebuah republik yang berbhineka ini, tentu
tidak dengan mudah untuk memenuhi keinginan semua
pihak. Tetapi bukan berarti tidak mungkin, karena pemenuhan standar minimal
yang adil dan sejahtera tentulah akan mudah disepakati oleh semua warga masyarakat.
Disinilah desain politik sangat penting menjadi cermin tempat berkaca bagi
pemilik rumah politik dan masyarakat yang mendelegasikan suara politiknya
kepada mereka.
Rumah Bangsa
Walau
sesungguhnya kita berbeda-beda dalam pilihan-pilihan
politik. Sekaligus juga sudah pasti berbeda-beda dalam rumah yang bersemayam
para politisi, tetapi satu hal yang menjadikan kita tidak berbeda adalah kita
sebagai sebuah bangsa dalam rumah Indonesia. Dari Aceh sampai Papua, kita
berjejer satu persatu mengukir peradaban bangsa kita sendiri dalam lintasan
sejarah. Merangkum dengan berbagai bahasa khas daerah masing-masing, bertemu
dalam satu republik yang kita telah menamakannya Indonesia. Namun rumah bangsa
kita mestilah banyak berbenah, dari rumah politik kita harap bangsa ini dapat lebih menentukan
arahnya di masa berikutnya.
pilkada aceh, pemilu aceh, politik aceh, pemilu aceh 2018, pilkada aceh 2018, panwas pilkada, politik aceh, panwaslu aceh, panwaslih, pilkada aceh damai
pilkada aceh, pemilu aceh, politik aceh, pemilu aceh 2018, pilkada aceh 2018, panwas pilkada, politik aceh, panwaslu aceh, panwaslih, pilkada aceh damai