Senin, 13 Mei 2013

Rumah Politik

pilkada aceh, pemilu aceh, politik aceh, pemilu aceh 2018, pilkada aceh 2018, panwas pilkada, politik aceh, panwaslu aceh, panwaslih, pilkada aceh damai

‘RUMAH’ POLITIK

Oleh Rahmat Fadhil
Pemerhati Pemilu dan Pikada, Penulis Buku Kadalisasi Pilkada Aceh, Dosen Universitas Syiah Kuala. E-mail: rahmat.fadhil@unsyiah.net

Pemilu 2014 masih tersisa satu tahun lagi, tetapi sejumlah agenda menuju kesana telah digulirkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat sampai ke daerah. Mulai dari pendaftaran partai politik, verifikasi sampai rekrutmen Bawaslu dan KPU baru di berbagai daerah di Indonesia. Ini adalah masa yang cukup lapang bagi penyelenggara dan pengawas untuk secara elegan mencicil agenda Pemilu secara bertahap. Sehingga dengan sendirinya kesibukan para politisi, partai politik, pengamat dan masyarakat pemerhati Pemilu akan secara lebih matang menyiapkan partisipasinya dalam pesta demokrasi itu.

Partai politik adalah rumah untuk mendesain sejumlah agenda-agenda politik yang akan digulirkan. Semua agenda tersebut tentu tujuan capaiannya adalah untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan pemerataan bagi seluruh warga negara. Sebagai sebuah rumah dalam komplek perpolitikan, anggota keluarganya tentu dihuni oleh mereka-mereka yang memiliki kredibelitas politik di dalamnya. Selain berisi para ‘arsitek’ politik, dalam rumah politik juga berhimpun para aktivis yang mereka hadir dengan berbagai latar belakang ilmu dan pendidikan. Dengan bekal kesadaran politik masing-masing dan berlabuh dalam mahligai rumah politik tentu terdapat konsekuensi-konsekuensi yang mesti di sepakati secara bijaksana dan bersama-sama.

Agenda Politik
Rumah politik selalunya menghadirkan tiga agenda besar dalam mengarungi bahtera perpolitikan. Yang di dalamnya merangkumi agenda keseharian para penghuni di dalamnya.

Pertama, kaderisasi. Sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kecerdasan dengan nalar dan kapitalisasi politik adalah bahtera penting dalam rumah tangga politik. Lazimnya, sumber daya manusia politik di pasok dari proses kaderisasi yang kontinyue terhadap para politisi muda yang akan secara bertahap mendewasakan kemahiran politiknya. Tetapi kita juga tidak jarang menemukan bahwa kaderisasi politik di dapatkan dari para avonturir (petualang) politik. Para avonturir ini tidak segan-segan untuk berganti rumah tangga satu ke rumah tangga yang baru. Tidak mengenal waktu, tidak ada kepentingan jangka panjang atau bahkan tidak memiliki ikatan ideologis tertentu yang menghambatnya. Bergantinya dari satu rumah politik ke rumah politik lain dengan serta merta kadang kala tidak memerlukan mahar politik yang bergitu besar.

Namun, partai politik yang menjadikan rumah politiknya sebagai media kaderisasi politik akan dengan lebih kuat menahan terpaan badai isu dan tantangan gonjang-ganjing internal. Walaupun sesungguhnya jaminan pertahanan internal tidak melulu di topang oleh seberapa kuatnya internalisasi kaderisasi yang di bentuk dan dikelola. Tetapi paling tidak hubungan emosional yang terbangun dalam rentang masa yang agak lama dalam proses kaderisasi politik itu, dengan sendirinya akan membentuk karakter persamaan-persamaan yang lebih bisa memberikan ikatan timbal balik yang saling mengeratkan.

Kedua, penggalangan massa pemilih. Memiliki anggota-anggota yang berkualitas dalam rumah politik, belum tentu di pilih oleh masyarakat sebagai massa pemilik hak untuk mendelegasikan perwakilan politiknya melalui mereka. Sehingga kemampuan penggalangan massa juga menjadi perhatian utama yang perlu diperhatikan. Berkualitas saja tetapi tidak dikenal oleh masyarakat pemilih dan apalagi tidak memiliki riwayat sosial kemasyarakatan yang baik, malah akan menjadikan rumah sebagai media bernaungnya ide-ide politik menjadi tidak berarti.

Masalah lain yang kerap dihadapi oleh partai politik juga bahwa sering ada kader yang tidak (kurang berkualitas) tetapi memiliki massa sosial yang dapat di giringkan ke dalam massa politik lebih dapat diterima oleh masyarakat pemilih. Walau sesungguhnya hal ini akan sedikit menguras energi para pemilik rumah politik dalam melancarkan agenda-agenda politiknya di kemudian hari. Selain sulit menerjemahkan muatan capaian hasil produksi rumah politik yang mesti dibunyikan dalam proses legislasi, pengawasan, dan anggaran, juga akan menambah beban politik tersendiri bagi kepala keluarga rumah politik (pengurus partai politik). Sehingga memang yang ideal adalah kader yang berkualitas dan memiliki kredibelitas sosial di dalam masyarakat yang paling baik untuk di pilih.

Ketiga, desain politik. Selain kaderisasi dan kemampuan penggalangan massa pemilih, hal yang terpenting mesti dimiliki oleh sebuah lembaga rumah politik adalah kejelasan agenda yang terangkum dalam desain politik yang menjadi arah perjuangannya. Desain politik adalah sejumlah peta, rencana, patron dan capaian-capaian politik yang di rancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sebuah wilayah ataupun negara sekaligus. Desain politik bukan lahir dari iguan-iguan politik dalam mimpi-mimpi demokrasi, tetapi desain politik itu menjadi ruh dan darah yang hidup- mati di cita-citakan bagi bangsa dan negara. Karena sejatinya bahwa desain politik itu tidak hanya dapat memenuhi target pencapaian yang mensejahterakan para penghuni rumah politik tertentu saja, tetapi bagaimana menjadikan setiap warga negara yang memilih atau tidak memilihnya dapat lebih meningkatkan kualitas kehidupannya secara sosial, intelektual, pembangunan, keadilan, kesejahteraan, dan pemerataan dalam berbagai kesempatan yang setara.

Dari desain politik inilah kemudian masyarakat pemilih sebagai warga negara yang sadar terhadap pilihannya akan dapat menakar seberapa sungguh-sungguhnya sebuah mahligai rumah tangga yang bernama partai politik itu. Sebagai sebuah republik yang berbhineka ini, tentu tidak dengan mudah untuk memenuhi keinginan semua pihak. Tetapi bukan berarti tidak mungkin, karena pemenuhan standar minimal yang adil dan sejahtera tentulah akan mudah disepakati oleh semua warga masyarakat. Disinilah desain politik sangat penting menjadi cermin tempat berkaca bagi pemilik rumah politik dan masyarakat yang mendelegasikan suara politiknya kepada mereka.

Rumah Bangsa
Walau sesungguhnya kita berbeda-beda dalam pilihan-pilihan politik. Sekaligus juga sudah pasti berbeda-beda dalam rumah yang bersemayam para politisi, tetapi satu hal yang menjadikan kita tidak berbeda adalah kita sebagai sebuah bangsa dalam rumah Indonesia. Dari Aceh sampai Papua, kita berjejer satu persatu mengukir peradaban bangsa kita sendiri dalam lintasan sejarah. Merangkum dengan berbagai bahasa khas daerah masing-masing, bertemu dalam satu republik yang kita telah menamakannya Indonesia. Namun rumah bangsa kita mestilah banyak berbenah, dari rumah politik kita harap bangsa ini dapat lebih menentukan arahnya di masa berikutnya.


pilkada aceh, pemilu aceh, politik aceh, pemilu aceh 2018, pilkada aceh 2018, panwas pilkada, politik aceh, panwaslu aceh, panwaslih, pilkada aceh damai

Menyongsong Verifikasi Parpol



Menyongsong Verifikasi Parpol

Oleh RAHMAT FADHIL
Pemerhati Pemilu dan Pilkada dari Universitas Syiah Kuala, Penulis Buku “Kadalisasi Pilkada Aceh”. E-mail : rahmat.fadhil@unsyiah.net

Sampai ujung bulan ini, tepatnya tanggal 29 September 2012, sejumlah partai politik (parpol) terus berbenah dan senantiasa melakukan koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melengkapi berbagai dokumen yang dirasa atau dianggap kurang sebagai persyaratan untuk verifikasi parpol sebagai peserta Pemilu 2014. Tanggal 29 September 2012 ini merupakan tanggal perpanjangan waktu yang diputuskan KPU menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 52/PUU-X/2012 yang mewajibkan semua parpol peserta Pemilu, baik yang sudah lolos dan tidak lolos verifikasi Pemilu 2009, yang sudah punya kursi di parlemen ataupun tidak, diwajibkan untuk diverifikasi kembali oleh KPU.

Sebelumnya pihak KPU telah mengumumkan bahwa terdapat 12 parpol telah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan pendaftaran dengan tidak melengkapi 17 item dokumen yang disyaratkan bagi sebuah parpol untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Pemilu 2014. Sejumlah 46 parpol lainnya dinyatakan telah memenuhi persyarakatan pendaftaran dan selanjutnya akan dilakukan verifikasi administrasi dan faktual. Ke 46 parpol ini belum termasuk partai lokal (parlok) yang juga di akui oleh undang-undang terutama partai-partai lokal yang ada di Aceh. Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh atau KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) Aceh melaporkan bahwa sebanyak 3 parlok telah mendaftarkan diri untuk ikut andil dalam pertarungan Pemilu 2014 nanti, terutama untuk memperebutkan kursi DPRD propinsi dan kabupaten/kota.

Keputusan Konstitusi
Banyak pihak memang tidak menduga keputusan mewajibkan verifikasi kembali semua partai peserta Pemilu kali ini diputuskan oleh MK. Partai-partai politik yang sekarang memiliki kursi di DPR pun tidak menyangka keputusan ini terjadi, sehingga sedikit merepotkan untuk membenahi administrasi dan manajemen internal masing-masing parpol dalam menghadapi tahapan awal ini. Bahkan KPU sekalipun mungkin tidak terpikirkan untuk memverifikasi kembali parpol yang memang telah pernah diverifikasi sebelumnya pada Pemilu yang lalu. Tetapi itulah kenyataannya,sebuah keputusan konstitusi selalu memiliki konsekuensi-konsekuensi yang tidak hanya berimbas terhadap kebijakan-kebijakan politik, namun juga berpengaruh terhadap kinerja lembaga penyelenggara (KPU) dan lembaga pengawas (Bawaslu) sekaligus.

Tantangan Menghadang Verifikasi
Sejumlah persoalan memang telah menghadang para peserta Pemilu kali ini, bahkan persoalan ini juga merupakan persoalan yang tidak sederhana bagi KPU dan Bawaslu sendiri dalam melaksanakan tahapan Pemilu ini. Beberapa tantangan dari persoalan-persoalan pemilu yang telah mengemuka sekarang ini dan perlu  mendapat perhatian adalah;

Pertama, koordinasi antar penyelenggara dan pengawas. Ada tiga koordinasi besar yang mesti dilakukan dengan sigap, efektif dan merata, yaitu antara KPU dengan KPUD-KPUD, KPU dengan Bawaslu, dan Bawaslu dengan Bawaslu propinsi dan Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) kabupaten/kota. Satu hal saja sekedar catatan, putusan MK yang mewajibkan semua parpol diverifikasi kembali, dan kemudian melahirkan keputusan KPU untuk menambah masa melengkapi dokumen persyaratan Pemilu, telah sedikit menimbulkan kegagapan pihak KPU sendiri, terutama KPUD. Dimana KPUD menganggap masa perlengkapan dokumen selesai seiring dengan masa penutupan masa pendaftaran, yaitu tanggal 7 September 2012 yang lalu. Walaupun miskomunikasi ini mampu diatasi oleh KPU dengan menerbitkan surat edaran ke semua KPUD sebelum masa pendaftaran parpol calon peserta Pemilu 2014 ditutup. Tetapi pihak KPU memang mengakui ini sedikit menggangu kinerja yang mereka lakukan dalam menyiapkan tahapan verifikasi ini.

Kedua, keberanian dan ketegasan KPU. KPU juga akan semakin ditantang untuk menunjukkan keberanian dan ketegasannya dalam setiap tahapan pemilu ini, termasuk dalam hal verifikasi. Dalam verifikasi administrasi dan faktual nantinya, KPU yang akan melakukannya dengan metode sampling, akan menghadapi tantangan untuk membuktikan bahwa parpol peserta pemilu yang di nyatakan memenuhi syarat nantinya memang benar-benar telah memenuhi aturan persyaratan yang semestinya.

Ketiga, kesiapan pengawas (Bawaslu/Panwaslu). Sampai saat ini diseluruh Indonesia, baru 24 Bawaslu yang telah terbentuk dari 33 provinsi di Indonesia, termasuk Aceh yang belum adanya kejelasan keberadaan Bawaslu. Sementara untuk Panwaslu kabupaten/kota, Bawaslu baru merekomendasikan 142 dari 497 Panwaslu kabupaten/kota yang mesti terbentuk. Padahal tahap verifikasi ini juga memerlukan Bawaslu dan Panwaslu untuk mengawasi proses tersebut agar terjamin berlangsung dengan adil, jujur dan professional.

Keempat, gugatan di setiap tahapan. Sudah menjadi lumrah dan memang diakui oleh undang-undang bahwa setiap tahapan yang di rasa bermasalah, para peserta pemilu (parpol) dapat mengajukan keberatan/persengketaan melalui Bawaslu/Panwaslu diberbagai tingkatan. Karena sengketa proses pemilu adalah ranahnya Bawaslu/Panwaslu, sementara sengketa hasil pemilu adalah ranahnya MK. Namun ketiadaan Bawaslu/Panwaslu di berbagai tingkatan (terutama di kabupaten/kota) akan menjadi persoalan tersendiri dalam pelaksanaan Pemilu sekarang ini. Belum lagi setiap gugatan di setiap tahapan juga akan sedikit menguras energi KPU untuk melayaninya, paling tidak secara waktu, tenaga dan pikiran akan terbagi dengan menghadapi setiap gugatan-gugatan yang dilayangkan kepada KPU dan KPUD.

Seluruh tantangan ini bukanlah sesuatu hal yang sangat mustahil untuk diatasi, tetapi kesigapan, keberanian, dan kesungguhan KPU akan mampu mencicil sedikit demi sedikit untuk memperbaiki berbagai kemungkinan kekurangan yang mungkin akan terjadi. Begitupula halnya dengan Bawaslu, perlu lebih energik lagi menyelesaikan dengan sesegera mungkin pembentuk Bawaslu/Panwaslu di berbagai propinsi dan kabupaten/kota dengan segera. Di lain pihak keseriusan pemerintah untuk membantu memfasilitasi berbagai keperluan dan kebutuhan yang diperlukan penyelenggara dan pengawas sangat diperlukan juga. Sama halnya dengan kita semua selaku warga negara yang akan mewakilkan suara kita melalui wakil rakyat dengan kendaraan parpol berwarna-warni yang ada, tentu juga perlu memberikan perhatian atas keberlangsungan tahapan Pemilu ini dengan seksama.