Rabu, 25 Januari 2012

Pengawasan Pilkada

PASCA-penetapan calon gubernur/wakil gubernur dan calon walikota/wakil walikota serta calon bupati/wakil bupati oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan KIP Kabupaten/Kota yang melaksanakan Pilkada pada 2012 ini, serangkaian komentar, protes, keberatan, dan kecaman mengemuka, terkait kinerja Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Aceh.

Panwas dianggap tidak tegas dalam menindak pemasangan berbagai atribut yang masih terpajang di berbagai sudut kota dan desa di seluruh Aceh. Sejak penetapan setiap pasangan bakal calon menjadi calon, maka mulai saat itulah seluruh atribut kampanye yang sebelumnya terpampang di berbagai tempat harus dibersihkan seperti diatur dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pilkada Aceh (Qanun Pilkada) yang menjadi rujukan utama penyelenggara dan pengawasan pilkada.

Menariknya adalah banyak pihak menyalahkan sepenuhnya penertiban atribut kampanye ini yang belum saatnya berkampanye kepada pihak Pengawas, padahal kalau merujuk pasal 40 Qanun Pilkada menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap waktu, tempat, tema dan tujuan kampanye sepenuhnya menjadi wewenang dan wilayah kerja KIP sesuai dengan tingkatannya masing-masing.

Jadi kalau terjadi pelanggaran berkaitan dengan kampanye selama dia bukan bagian dari pidana, maka sesungguhnya menjadi wewenang KIP untuk mengambil tindakan, baik berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menghentikan, atau dengan aparat lainnya seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk membersihkan dan menertibkan.

Kesalahan persepsi inilah yang banyak memunculkan argumentasi lambannya kinerja panwas dalam masa tahapan penetapan calon ini, yang padahal ini merupakan wilayahnya KIP selaku penyelenggara. Tulisan ini bermaksud untuk memberikan diskursus tentang peran, tugas dan wewenang Panwas yang telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Qanun Pilkada.

Merujuk pada kedua produk hukum itu disebutkan bahwa Panwas memiliki peran, tugas dan wewenang yang tertentu. Di mana tugasnya tidak hanya mengawasi peserta pilkada (kandidat atau pasangan calon), tetapi juga termasuk mengawasi penyelenggara (dalam hal ini KIP), pemerintah, dan masyarakat pada setiap tahapan pelaksanaan. Sehingga amanah UUPA dan Qanun Pilkada terhadap Panwas untuk melakukan kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa dan menilai proses penyelenggaraan pemilihan dapat terjamin sesuai dengan aturannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Panwas bukan sebuah badan untuk melakukan penindakan, penertiban, dan pembersihan, apalagi untuk secara langsung mengambil paksa berbagai atribut yang bertebaran di lapangan. Dan bisa jadi kalau tindakan itu dilakukan, malah hal tersebut dapat dipersalahkan karena melewati batas kewenangannya. Panwas hanyalah berperan untuk mengawasi saja proses perhelatan pilkada ini.

Jadi walaupun laporan masyarakat yang mengadu kepada Panwas, sepatutnya Panwas-lah yang menegur KIP untuk mengambil tindakan terhadap penertiban atribut kandidat yang masih terpajang tersebut, dan mendorong KIP secara aktif untuk senantiasa berkoordinasi dengan pihak terkait.

Wewenang panwas
Dalam pasal 62 UUPA dan pasal 21 ayat 1, 2 dan 3 Qanun Pilkada disebutkan bahwa tugas dan wewenang Panwas dilakukan melalui 4 mekanisme kerja. Pertama, melakukan pengawasan pada setiap tahap penyelenggaraan pemilihan. Pengawasan ini meliputi tahap pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan dan perhitungan suara, penetapan dan pengesahan hasil pemilihan, pelantikan calon terpilih, serta kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan seluruh tahapan pemilihan, termasuk uji baca Alquran dan tes kesehatan.

Kedua, menyelesaikan sengketa yang timbul dalam pemilihan, seperti adanya perbedaan penafsiran atau suatu ketidaksepakatan tertentu atas satu aturan yang berhubungan dengan hukum, kebijakan, fakta, kegiatan dan peristiwa. Pihak-pihak ini bisa dari pasangan calon (kandidat), tim sukses, partai politik atau gabungan partai politik (lokal dan nasional), penyelenggara (KIP), pemilih dan pemantau.

Ruang lingkup sengketa yang dapat diselesaikan Panwas adalah setiap sengketa dalam semua tahapan pilkada, kecuali sengketa tentang hasil pemilihan yang merupakan wewenang Mahkamah Konstitusi (sesuai pasal 236 ayat C UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah).

Ketiga, meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang, yaitu setiap temuan dan laporan yang telah dikaji panwas, bila memenuhi unsur pelanggaran administratif maka diteruskan ke KIP, sedangkan pelanggaran pidana akan diteruskan ke Kepolisian.

Selain itu status perkembangan laporan yang diajukan masyarakat juga mesti diberitahukan kembali kepada pihak pembuat laporan tersebut, sehingga transparansi dan profesionalitas kinerja Panwas menjadi jelas dan sesuai dengan harapan masyarakat.

Dan, keempat, pengaturan hubungan koordinasi antara panwas pada setiap tingkatan. Hal ini untuk memudahkan tugas-tugas pengawasan pada berbagai tingkatan yang dimandatkan UU dan Qanun kepada lembaga ini.

Dalam menjalankan pelaksanaan pengawasan ini, pihak penyelenggara (KIP) dan pihak terkait lainnya harus memberikan kemudahan kepada Panwas untuk memperoleh data dan informasi. Apabila tidak diberikan atau menghambat dan menghalangi pelaksanaan pengawasan ini, Panwas dapat melaporkan kepada Kepolisian untuk tindakan lebih lanjut sesuai dengan UU.

Mengingat peran Panwas cukup strategis dalam proses pilkada termasuk yang sekarang tengah berlangsung di Aceh, maka memahami peran, tugas dan wewenang Panwas menjadi penting bagi kita semua. Sehingga kita mengetahui kemana sepatutnya mengadukan persoalan-persoalan pilkada yang sedang berlangsung dihadapan kita saat ini. Ayo kita awasi bersama.

* Penulis adalah Pemerhati Pilkada dan Pemilu/Mantan Panwas Pilkada Aceh 2006.

Tidak ada komentar: